PMII MELAKSANAKAN IBADAH LITERASI
| Dok. PKD 2016 |
Judul : PMII MELAKSANAKAN IBADAH LITERASI
Sebagai seorang theis (bertuhan) maka memenuhi kewajiban adalah hal penting untuk dilaksanakan. Karena seorang hamba dapat meningkatkan ketakwaan kepada pencipta berdasarkan kedisiplinan pekerjaan spiritual yang di lakukan. Begitu pula dengan kita kaum mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan merupakan salah satu organisasi terbesar dengan awal berdiri sebab hasrat kuat para mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yg berideologi Ahlussunah Waljama'ah. Merujuk pada kata kerja Ibadah dalam tatanan praktis tidak bisa hanya dilakukan dengan sebatas ritual saja, akan tetapi pada sebuah implementasi pada kehidupan nyata , dan sosial. Pernyataan ini mengandung relevansi terhadap pemikiran Asghar Ali enginer dalam buku berjudul "Agama sebagai teologi pembebasan" serta pada ajaran Agama Islam.
Lebih jauh secara doktriner, menurut Asghar Ali, ajaran tauhid yang disampaikan Nabi tidak hanya mengandung makna teologis tentang konsep monoteisme Tuhan, tetapi juga memuat makna sosiologis sebagai kesatuan sosial. Menilik dari pernyataan panjang tersebut, apabila literasi menjadi sebuah sikap argumentatif hingga menjadi bukti peran penting dalam sosial serta membangun ghiroh perjuangan dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai manusia, mahasiswa, dan aktivis. Maka menjadi sebuah ibadah penting sebagai pemenuhan kebutuhan rohani pada jiwa dan spirit kehidupan.
Dijelaskan pengertian literasi dalam KBBI yakni, kemampuan menulis dan membaca, pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu, serta kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup. Artinya, pemaknaan literasi bukan hanya sebatas membaca dan keaksaraan (menulis dan merangkai kata), meskipiun memang identik dengan dua hal tersebut. tetapi makna secara luas adalah sebuah pengembangan diri pada segi kreativitas seseorang. Idealnya, perihal tersebut akan tercapai apabila terdapat berbagai wadah berbeda untuk mencetak dan mengembangkan kemampuan seseorang. Seiring perkembangan zaman, literasi selalu singkron dengan setiap keadaan. Karena dengan wacana tentang perubahan zaman dapat di ketahui dari berbagai pengetahuan serta referensi dalam buku tentang sejarah lama.
Berbicara perihal literasi, Ada 3 poin penting yang menjadi pandangan penulis yakni.
Pertama : membaca , aktivitas membaca serta menelaah isi sebuah buku guna menambah wawasan pengetahuan. Disini, pembaca akan mendapatkan pengetahuan dari diksi-diksi baru yang di peroleh. Hal itu kemudian mampu menjadi bahan pembicaraan ketika berdiskusi, Berdialektika dan bertutur lisan dengan orang lain. Hingga mampu membicarakan problematika kehidupan apitalisme, liberalisme, komunisme dan sektarianisme, serta masalah mengenai pembaharuan zaman. Perihal membaca buku bung Hatta juga pernah mengatakan bahwa "Saya rela di penjara asal bersama buku, karena dengan buku aku bebas" Betapa seksinya penilaian bung Hatta terhadap buku, bukan hanya menggugah jiwa pembaca, tetapi kandungan romantic-nya menganggap buku sebagai satu-satunya pencerah yang mampu membebaskan pemikirannya, bahkan apabila ia terpenjara dan menjadi tahanan sekalipun.
Kedua : menulis, yakni suatu pekerjaan yang Kongkrit. Kalau kata bung Pramoedya Ananta Toer : "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian". Ya, ungkapan yang digaungkan oleh salah satu sastrawan besar Indonesia Pramoedya Ananta Toer yang telah mengilhami banyak orang. Diantaranya adalah penulis sendiri, yang begitu terobesi dengan ungkapan Pram tersebut. Menulis adalah passion. Menulis itu tidak bisa dipaksakan, menulis itu tulus dari hati, menulis itu demi aku, kamu, dia, mereka, dan kita. Menulis memang tidak bisa dipaksakan, tapi menulispun bisa hadir dalam keadaan terdesak. Kita tahu Wiji Thukul, dengan rajinnya ia menulis puisi – puisi perjuangan, menginspirasi kaula muda, mencerdaskan kehidupan bangsa, tatkala ia diburu dan diancam oleh rezim orde baru.
Ketiga, kehidupan nyata atau kehidupan sosial. Meskipun telah banyak diskursus terkait pentingnya literasi, namun masih banyak argumentasi yang berlawanan. Alasannya, kehidupan sosial masyarakat perlu adanya aksi secara nyata , reaksioner, dan penyelesaian secara cepat dan tepat. Jadi, membaca dan menulis menjadi tak relevan dengan keadaan demikian. Bahkan ada pernyataan bahwa "mereka yang mempunyai pengetahuan buku harus pergi ke kenyataan yg hidup, supaya tidak maju dan tidak mati mengeloni buku".
Terkait statement ini, hemat penulis , terdapat argumentasi dari pegiat pustaka Bengawan bojonegoro, yakni Fuad sebagai panggilan akrabnya, ketika Berdialektika dengan penulis, menjelaskan bahwa Memang pada bait terakhir pernyataan diatas, sangat mengkoyak-koyak hati para pecinta buku lantaran kalimat itu menggambarkan seolah-olah pecinta aksara bergerak stagnan. Namun jika ditarik benang merah dari berbagai aspek kehidupan, para pecandu buku tetep punya wawasan lebih luas yang bisa dijadikan dasar ketika mereka menghadapi kenyataan hidup hingga mencapai klimaks sebenarnya.Dan segala yang ada dalam buku pasti dapat diterapkan dalam hidup, entah itu besar atau kecil.
Dilanjutkan dengan pernyataan dari penulis dengan tawa renyah, begitulah keindahan bercumbu dengan buku. Ibarat kekasih. Ia membebaskan kekasihnya untuk terbang tinggi. Tak mengungkung ataupun membuat resah bagi pecintanya. Kalau toh terkungkung, buku punya cara lain untuk membuat kekasihnya nyaman. Yakni : mengajak kekasihnya bergerak dalam melaksanakan ibadah literasi menulis dan ibadah puisi serta sajaknya.
Walaupun relasi literasi dengan kemajuan peradaban cukup beragam. Tetapi, literasi memberikan kontribusi besar dalam perubahan tatanan sosial. Seperti yang di kutip Yudi Latief dari Francis Bacon, ada tiga hal yang mengubah seluruh wajah dunia dan keadaan sesuatu di muka bumi yaitu percetakan, mesin dan magnet. Sementara, Lucian Febre dan Henri Jean-Martin mengutarakan penanda penting dalam gerak maju peradaban barat di era pencerahan adalah perpustakaan. Menurut JJ. Risal relasi perpustakaan dan peradaban barat terletak pada revolusi mental tentara dari kalangan kurang membaca menjadi mau membeli buku, sampai akhirnya mendirikan perpustakaan publik dan perpustakaan sendiri (Gatra, 19-25/06/14).
Hal tersebut yang mendasari kata literasi dijadikan sebuah ibadah. Karena merupakan suatu budaya baik. Seperti konsep Aswaja sebagai paham keagamaan yang di dalamnya mempunyai konsep moderat (tawasut), yang setidaknya harus memandang, dan memperlakukan budaya secara proporsional (wajar). Karena budaya, sebagai kreasi manusia yang tujuannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya bisa terjamin. Budaya memiliki nilai-nilai positif yang bisa dipertahankan bagi kebaikan manusia, baik secara personal maupun sosial. Dalam hal ini aswaja dalam NU lebih condong bersifat substansial dari pada teknis.
Dalam hal ini, berlaku sebuah kaidah fikih "al muhâfazhah alâ al qadîm al shalîh wal al akhzu bil jadidî al ashlâh", melestarikan kebaikan yang ada dan mengambil sesuatu yang baru yang lebih baik. Dengan menggunakan kaidah ini, pengikut Aswaja memiliki pegangan dalam menyikapi budaya. Jadi tidak semuanya budaya itu jelek, selama budaya itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam, dan mengandung kebaikan maka bisa diterima. Bahkan bisa dipertahankan dan layak untuk diikutinya. Ini sesuai dengan sebauh kaidah fikih, "al adah muhakkamah" bahwa budaya atau tradisi (yang baik) bisa menjadi pertimbangan hukum. Tepat seperti catatan kaderisasi yang ditulis dan disusun oleh Nur Sayyid Santoso Kristeva, M.A. Sekaligus Alumnus S1 Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Jogjakarta dan Alumnus S2 Sosiologi Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta , aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)
Hemat panulis, maka mengajak para setiap orang, mahasiswa, serta aktivis untuk menggemakan literasi dalam kehidupan, yang mempunyai tugas sama sebagai hamba dan Kholifah di bumi. Semoga hal tersebut dapat menumbuhkan kekutan perjuangan untuk regenerasi intelektual dan literasi , senada dengan arah sistem kaderisasi berbasis literasi PMII Sunan Giri Bojonegoro selama 1 tahun, serta merujuk pada tema PKD pada tanggal 4-7 Mei 2017 yang menarik tema " The Power Of Struggle Regeneration Intellectual & Literacy.
Penulis : Sahabati Siti Ainur Rodliyah Ketua Komisariat periode 2017-2018
Langganan:
Komentar (Atom)
